Brightest Star


Pernahkah aku menceritakan kepadamu kisah tentang sepotong bintang yang paling terang? Belum? Baiklah. Duduk yang manis, Sayangku, akan kuceritakan padamu kisah ini.

Aku, sama seperti kakekmu, adalah seorang penjelajah. Penakluk. Kami, lelaki penguasa dunia, memiliki apapun yang kami inginkan. Tidak, tidak seperti yang kau lakukan sekarang Sayangku: merengek dan menangis lalu kaudapatkan apa yang kau inginkan. Kami harus membayar apa yang kami inginkan dengan harga yang setimpal. Itu hukum kami, prinsip kami. Tak bisa tidak. Kakekmu dan aku mendapatkan semua ini melalui pengorbanan yang pantas, Sayangku.

Suatu hari, aku bertemu dia. Dia yang menawan. Dia yang lembut. Dia yang elok. Dia yang begitu hidup.

Dia yang SEMPURNA.

Uhuk uhuk, ambilkan aku segelas air Sayangku. Kerongkonganku mulai mengering. Ah, terima kasih. Glek glek glek. Segar sekali. Terima kasih Sayangku.

Lalu kusapa dia. Dia hanya tersenyum sambil menunduk. Kau dengar, Sayangku? HANYA TERSENYUM DAN AKU MENYUKAINYA. Oh, aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Aku kebingungan.

Aku menceritakan hal ini pada kakekmu dan ia menyarankan padaku untuk melakukan apapun yang aku bisa agar bisa memilikinya.

Aku setuju. Aku mendekatinya, berteman dengannya selama empat setengah tahun dan delapan bulan, mendampinginya, mendengarkan segala perkataannya, dan membantu menyelesaikan segala permasalahan hidupnya. Lalu, pada hari Rabu malam bulan November, aku membeli sebuah cincin bertatahkan berlian putih berukuran kecil di salah satu sisinya. Aku mengusap cincin itu dengan hati-hati, memasukkannya kedalam kotak berwarna merah darah.

Aku menyimpannya di saku kemejaku lalu mengenakan jas terbaikku.

Malam besoknya, aku mengajak dia makan malam di rumahku. Aku memasak sendiri semua makanan malam itu, dan tak sia-sia: ia memuji masakanku. Aku nyalakan lilin dan mengeluarkan kotak cincin. Dia tampak terkejut.

Aku menunggu reaksinya.

Dia hanya menunduk.

Menunduk.

Dan menunduk.

Cincinku jatuh ke lantai. Gigiku bergemeretak. Aku berharap aku tukang sulap yang mampu mengubah apapun dalam sekejap. Aku mencari-cari tongkat sulapku, namun tak ada tongkat sulap. Tak pernah ada tongkat sulap. Hanya ada pisau steak disisi mejaku.

Kuraih pisau itu dan kuayunkan, berharap keajaiban terjadi. Dan voila! Dia menjadi milikku.

Kau bertanya, dimana bintangnya Sayangku? Disini, didalam kotak merah darah bekas tempat cincin itu. Kadang-kadang ia mengeluarkan airmata.

George Gershwin - Rhapsody In Blue



(Klik disini untuk mendengarkan lagu yang mendasari cerita ini)

Ada seorang anak kecil, 10 tahunan, berjalan berjingkat dengan riang. Menyapa tiap orang yang lewat dengan suaranya yang nyaring dan senyumnya yang lebar. Orang-orang hanya bisa tersenyum sembari membalas sapaannya.

Anak ini terus berjalan. Di tangannya ada kado besar berpita merah. Dia terus melanjutkan langkah riangnya, berjingkat, dan tersenyum lebar.

Si anak pun sampai di depan sebuah rumah besar berpagar garis-garis. Suasana di dalam rumah sangat ramai, riuh dengan suara gelak tawa dan denting sendok garpu yang beradu. Pagar terbuka. Dengan senyum lebarnya, si anak melenggang masuk ke dalam beranda rumah.

Pesta besar.

Berbagai macam hidangan tersaji. Daging panggang, sirup, wine, sampai caviar. Berbagai hiburan ada disana mulai dari kabaret, sirkus, pantomim, hingga sulap.

Anak itu melongok ke kanan dan ke kiri, mencari-cari, hingga matanya tertuju pada dia.

Gadis itu.

Rambut pirang bergelombang dengan pita merah di atasnya. Gaun putih selutut. Kalung berlian putih.

Sebentuk cincin di jari manisnya.

Keduanya saling memandang satu sama lain. Dua detik.

Atau dua tahun?

Sesaat kemudian, lelaki dengan tuksedo hitam muncul dari balik tirai. Tangannya menggamit jari-jari gadis itu, mengajaknya berdansa.

Cincin yang sama.

Si anak cuma bisa diam. Sesaat, entah keberanian dari mana memaksa si anak agar memanggil sang gadis dan memberikan kado di tangannya.

Dan si anak jagoan ini melakukannya. Dan tangan mereka bersentuhan.

"Terimakasih". Nada dawai harpa Orpheus mengalun lembut dari bibirnya.

Si anak tersenyum lebar. Lalu ia berbalik dan pulang ke rumah.